Ilustrasi. MI/Bary Fathahillah
Jakarta: Para guru saat ini masih mengalami tantangan terkait dengan literasi keuangan yang masih rendah. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat 42 persen masyarakat yang terjerat pinjaman online (pinjol) merupakan para guru.
Instruktur Program Guru Penggerak, Nunuk Riza Puji mengatakan hal ini menunjukkan ada hal yang mengkhawatirkan dan menjadi tantangan paling mendasar. Pemahaman literasi finansial nyatanya belum sampai ke ranah guru.
“Padahal guru adalah konektor karena dia ketemu sama orang tua dan murid. Makanya kalau guru enggak melek finansial, muridnya juga sama. Akhirnya peradaban dan bangsa juga ke sana,” ungkap Nunuk dalam acara Puncak Temu Pendidikan Nusantara XI di Jakarta, Sabtu, 2 November 2024.
Dia menjelaskan hal yang juga mencengangkan adalah literasi finansial di Indonesia berbeda dengan negara lain. Sebut saja budaya kondangan, arisan, dan lainnya yang tidak ditemukan di negara lain.
“Makanya menurut aku guru itu perlu mengerti bahwa tantangan literasi finansial menjadi tantangan kita dan kita perlu belajar lagi apa yang bisa kita lakukan dan ilmunya tuh apa sehingga nanti berdampak ke murid,” tegas Nunuk.
Ketua Kampus Pemimpin Merdeka, Rizqy Rahmat Hani melihat pengelolaan keuangan bagi guru adalah hal yang cukup menantang. “Ternyata guru juga butuh tambahan penghasilan dengan salah satu caranya merancang media ajar,” tutur Rizqy.
Pihaknya menyiapkan program yang dapat membantu para guru merancang media ajar dengan proses design thinking. Terutama, untuk membuat media ajar dengan tema yang berkaitan dengan literasi finansial.
“Jadi nanti media belajarnya dia belajar dengan ahli dan pelatihan literasi keuangan. Dengan kedua hal itu dia akan membuat media pembelajaran yang nantinya akan digunakan oleh teman-temannya di sekolah masing-masing,” tegas dia.
Sementara itu, Head of Retail Lending Business BTPN, Purnomo B. Sutadi menambahkan hanya sekitar 10,6 persen guru mengatakan bahwa penghasilan mereka dari mengajar itu cukup dan ada sisa untuk memenuhi kebutuhan.
“Berarti hampir 90 persen yang masih merasa belum cukup,” ucap Purnomo.
Literasi keuangan dinilai harus ditekankan dengan hal yang paling sederhana, yaitu mempersepsikan pengelolaan keuangan. Ia menyebut program ini dimulai dengan perencanaan keuangan dan pengembangan karier, kemudian manajemen keluarga dan pengembangan karier, pertumbuhan keluarga, keuangan dan karier, serta perencanaan pensiun sejahtera.
“Jadi sejak awal berkarier sebagai guru, literasi keuangannya relatif lebih mudah. Pakai bahasa yang mudah. Kita betulkan persepsi mengelola keuangan yang mudah,” kata Purnomo.
link